• Welcome to my life

    Di sini anda bisa berpikir.. bebas untuk berpendapat secara logika.. silahkan pahami karya-karyaku ini... ku persembah kan ini untk mu teman.. T E M A N……… Teman, kata sederhana yang tidak mudah ditemukan dalam kenyataan Teman, tak semua yang dekat bisa berlabelkannya Teman, ada kerinduan untuk selalu dapat bertemu dengan sosok sepertinya Pernahkah kau temukan seseorang yang senantiasa setia di sisimu kala kau jatuh dan hilang asa. Pernahkah kau dapati sesosok makhluk yang selalu tahan mendengar kisahmu kala angin membawa berita-berita busuk tentangmu. Pernahkah handphone berdering di tengah malam, hanya untuk sebuah kalimat pendek “Apa Kabar Imanmu Malam ini ?” Pernahkah kau tangkap butiran air mata yang disembunyikan, sehabis doa panjang yang padanya terselip namamu. Dialah teman sejatimu salam cinta ==================================== BY KATA TUHAN

Tasawuf Dewa ruci

Posted by dias at-tatrouk On 19.09 0 komentar


>WEJANGAN DEWA RUCI
>------------------
>termangu sang bima di tepian samudera
>dibelai kehangatan alun ombak setinggi betis
>tak ada lagi tempat bertanya
>sesirnanya sang naga nemburnawa
>
>dewaruci, sang marbudyengrat, memandangnya iba dari kejauhan,
>tahu belaka bahwa tirta pawitra memang tak pernah ada
>dan mustahil akan pernah bisa ditemukan
>oleh manusia mana pun.
>
>menghampir  sang dewa ruci sambil menyapa:
>'apa yang kau cari, hai werkudara,
>hanya ada bencana dan kesulitan yang ada di sini
>di tempat sesunyi dan sekosong ini'
>
>terkejut sang sena dan mencari ke kanan kiri
>setelah melihat sang penanya ia bergumam:
>'makhluk apa lagi ini, sendirian di tengah samudera sunyi
>kecil mungil tapi berbunyi pongah dan jumawa?
>
>serba sunyi di sini, lanjut sang marbudyengrat
>mustahil  akan ada sabda keluhuran di tempat seperti ini
>sia-sialah usahamu mencarinya tanpa peduli segala bahaya
>
>sang sena semakin termangu menduga-duga,
>dan akhirnya sadar bahwa makhluk ini pastilah seorang dewa
>ah, paduka tuan, gelap pekat rasa hatiku.
>entahlah apa sebenarnya yang aku cari ini.
>dan siapa sebenarnya diriku ini
>
>ketahuilah anakku, akulah yang disebut dewaruci, atau sang marbudyengrat
>yang tahu segalanya tentang dirimu
>anakku yang  keturunan hyang guru dari hyang brahma,
>anak kunti, keturunan wisnu yang hanya beranak tiga, yudistira, dirimu,
dan
>janaka.
>yang bersaudara dua lagi nakula dan sadewa dari ibunda madrim si putri
>mandraka.
>datangmu kemari atas perintah gurumu dahyang durna
>untuk mencari tirta pawitra yang tak pernah ada di sini
>
>bila demikian, pukulun, wejanglah aku seperlunya
>agar tidak mengalami kegelapan seperti ini
>terasa bagai keris tanpa sarungnya
>
>sabarlah anakku,.memang berat cobaan hidup
>ingatlah pesanku ini  senantiasa
>jangan berangkat sebelum  tahu tujuanmu,
>jangan menyuap sebelum mencicipnya.
>tahu hanya berawal dari bertanya, bisa berpangkal dari meniru,
>sesuatu terwujud hanya dari tindakan.
>
>janganlah bagai orang gunung membeli emas,
>mendapat besi kuning pun puas menduga mendapat emas
>bila tanpa dasar, bakti membuta pun akan bisa menyesatkan
>
>duh pukulun, tahulah sudah di mana salah hamba
>bertindak tanpa tahu asal tujuan
>sekarang hamba pasrah jiwaraga terserah paduka.
>
>nah, bila benar ucapanmu, segera masuklah ke dalam diriku.
>lanjut sang marbudyengrat
>
>sang sena tertegun tak percaya mendengarnya
>ah, mana mungkin hamba bisa melakukannya
>paduka hanyalah anak bajang sedangkan tubuh hamba  sebesar bukit
>
>kelingking pun tak akan mungkin muat.
>
>wahai werkudara si dungu anakku,
>sebesar apa dirimu dibanding alam semesta?
>seisi alam ini pun bisa masuk ke dalam diriku,
>jangankan lagi dirimu yang hanya sejentik noktah di alam.
>
>mendengar ucapan sang dewaruci sang bima merasa kecil seketika,
>dan segera melompat masuk ke telinga kiri sang dewaruci
>yang telah terangsur ke arahnya
>
>heh, werkudara, katakanlah sejelas-jelasnya
>segala yang kau saksikan di sana
>
>hanya tampak samudera luas tak bertepi, ucap sang sena
>alam awang-uwung tak berbatas hamba semakin bingung
>tak tahu mana utara selatan atas bawah depan belakang
>
>janganlah mudah cemas, ujar sang dewaruci
>yakinilah bahwa di setiap kebimbangan
>senantiasa akan ada pertolongan dewata
>
>dalam seketika sang bima menemukan kiblat dan melihat surya
>setelah hati kembali tenang tampaklah sang dewaruci di jagad walikan.
>
>heh, sena! ceritakanlah dengan cermat segala yang kau saksikan!
>
>awalnya terlihat cahaya terang memancar, kata sang sena
>kemudian disusul cahaya hitam, merah, kuning, putih.
>apakah gerangan semua itu?
>
>ketahuilah werkudara, cahaya terang itu adalah pancamaya,
>penerang hati, yang disebut mukasipat (mukasyafah),
>penunjuk ke kesejatian, pembawa diri ke segala sifat lebih.
>cahaya empat warna, itulah warna hati
>hitam merah kuning adalah penghalang cipta yang kekal,
>hitam melambangkan nafsu amarah, merah nafsu angkara, kuning nafsu
>memiliki.
>hanya si putih-lah yang bisa membawamu
>ke budi jatmika dan sanggup menerima sasmita alam,
>
>namun selalu terhalangi oleh ketiga warna yang lain
>hanya sendiri tanpa teman melawan tiga musuh abadi.
>hanya bisa menang dengan bantuan sang suksma.
>adalah nugraha bila si putih bisa kau menangkan
>di saat itulah dirimu mampu menembus segala batas alam tanpa belajar.
>
>duhai pukulun, sedikit tercerahkan hati hamba oleh wejanganmu
>setelah lenyap empat cahaya, muncullah nyala delapan warna,
>ada yang bagai ratna bercahaya, ada yang maya-maya, ada yang menyala
>berkobar.
>
>itulah kesejatian yang tunggal, anakku terkasih
>semuanya telah senantiasa ada dalam diri setiap mahluk ciptaan.
>sering disebut jagad agung jagad cilik
>
>dari sanalah asal kiblat dan empat warna hitam merah kuning putih
>seusai kehidupan di alam ini semuanya akan berkumpul menjadi satu,
>tanpa terbedakan lelaki perempuan tua muda besar kecil kaya miskin,
>akan tampak bagai lebah muda kuning gading
>amatilah lebih cermat, wahai werkudara anakku
>
>semakin cerah rasa hati hamba.
>kini tampak putaran berwarna gading, bercahaya memancar.
>warna sejatikah yang hamba saksikan itu?
>
>bukan, anakku yang dungu, bukan,
>berusahalah segera mampu membedakannya
>zat sejati yang kamu cari itu tak tak berbentuk tak terlihat,
>tak bertempat-pasti namun bisa dirasa keberadaannya di sepenuh jagad ini.
>
>sedang putaran berwarna gading itu adalah pramana
>yang juga tinggal di dalam raga namun bagaikan tumbuhan simbar di
pepohonan
>ia tidak ikut merasakan  lapar kenyang haus lelah ngantuk dan sebagainya.
>dialah yang menikmati hidup sejati dihidupi oleh sukma sejati,
>ialah yang merawat raga
>tanpanya raga akan terpuruk menunjukkan kematian.
>
>pukulun, jelaslah sudah  tentang pramana dalam kehidupan hamba
>lalu bagaimana wujudnya zat sejati itu?
>
>itu tidaklah mudah dijelaskan, ujar sang dewa ruci, gampang-gampang susah
>sebelum hal itu dijelaskan, kejar sang bima, hamba tak ingin keluar dari
>tempat ini
>serba nikmat aman sejahtera dan bermanfaat terasa segalanya.
>
>itu tak boleh terjadi, bila belum tiba saatnya, hai werkudara
>mengenai zat sejati, engkau akan menemukannya  sendiri
>setelah memahami tentang penyebab gagalnya segala laku serta bisa bertahan
>dari segala goda,
>di saat itulah sang suksma akan menghampirimu,
>dan batinmu akan berada di dalam sang suksma sejati
>
>janganlah perlakukan pengetahuan ini seperti asap dengan api,
>bagai air dengan ombak, atau minyak dengan susu
>perbuatlah,  jangan hanya mempercakapkannya belaka
>jalankanlah sepenuh hati setelah memahami segala makna wicara kita ini
>jangan pernah punya sesembahan lain selain sang maha luhur
>pakailah senantiasa keempat pengetahuan ini
>pengetahuan kelima adalah pengetahuan antara,
>yaitu mati di dalam hidup, hidup di dalam mati
>hidup yang kekal, semuanya sudah berlalu
>tak perlu lagi segala aji kawijayan, semuanya sudah termuat di sini.
>
>maka habislah wejangan sang dewaruci,
>sang guru  merangkul sang bima dan membisikkan segala rahasia rasa
>terang bercahaya seketika wajah sang sena menerima wahyu kebahagiaan
>bagaikan kuntum bunga yang telah mekar.
>menyebarkan keharuman dan keindahan memenuhi alam semesta
>
>dan blassss . . . !
>sudah keluarlah sang bima dari raga dewaruci sang marbudyengrat
>kembali ke  alam nyata di tepian samodera luas sunyi tanpa sang dewaruci
>
>sang bima melompat ke daratan dan melangkah kembali
>siap menyongsong dan menyusuri rimba belantara kehidupan
>
>tancep kayon
>
>salam,

>WEJANGAN DEWA RUCI
>------------------
>termangu sang bima di tepian samudera
>dibelai kehangatan alun ombak setinggi betis
>tak ada lagi tempat bertanya
>sesirnanya sang naga nemburnawa
>
>dewaruci, sang marbudyengrat, memandangnya iba dari kejauhan,
>tahu belaka bahwa tirta pawitra memang tak pernah ada
>dan mustahil akan pernah bisa ditemukan
>oleh manusia mana pun.
>
>menghampir  sang dewa ruci sambil menyapa:
>'apa yang kau cari, hai werkudara,
>hanya ada bencana dan kesulitan yang ada di sini
>di tempat sesunyi dan sekosong ini'
>
>terkejut sang sena dan mencari ke kanan kiri
>setelah melihat sang penanya ia bergumam:
>'makhluk apa lagi ini, sendirian di tengah samudera sunyi
>kecil mungil tapi berbunyi pongah dan jumawa?
>
>serba sunyi di sini, lanjut sang marbudyengrat
>mustahil  akan ada sabda keluhuran di tempat seperti ini
>sia-sialah usahamu mencarinya tanpa peduli segala bahaya
>
>sang sena semakin termangu menduga-duga,
>dan akhirnya sadar bahwa makhluk ini pastilah seorang dewa
>ah, paduka tuan, gelap pekat rasa hatiku.
>entahlah apa sebenarnya yang aku cari ini.
>dan siapa sebenarnya diriku ini
>
>ketahuilah anakku, akulah yang disebut dewaruci, atau sang marbudyengrat
>yang tahu segalanya tentang dirimu
>anakku yang  keturunan hyang guru dari hyang brahma,
>anak kunti, keturunan wisnu yang hanya beranak tiga, yudistira, dirimu,
dan
>janaka.
>yang bersaudara dua lagi nakula dan sadewa dari ibunda madrim si putri
>mandraka.
>datangmu kemari atas perintah gurumu dahyang durna
>untuk mencari tirta pawitra yang tak pernah ada di sini
>
>bila demikian, pukulun, wejanglah aku seperlunya
>agar tidak mengalami kegelapan seperti ini
>terasa bagai keris tanpa sarungnya
>
>sabarlah anakku,.memang berat cobaan hidup
>ingatlah pesanku ini  senantiasa
>jangan berangkat sebelum  tahu tujuanmu,
>jangan menyuap sebelum mencicipnya.
>tahu hanya berawal dari bertanya, bisa berpangkal dari meniru,
>sesuatu terwujud hanya dari tindakan.
>
>janganlah bagai orang gunung membeli emas,
>mendapat besi kuning pun puas menduga mendapat emas
>bila tanpa dasar, bakti membuta pun akan bisa menyesatkan
>
>duh pukulun, tahulah sudah di mana salah hamba
>bertindak tanpa tahu asal tujuan
>sekarang hamba pasrah jiwaraga terserah paduka.
>
>nah, bila benar ucapanmu, segera masuklah ke dalam diriku.
>lanjut sang marbudyengrat
>
>sang sena tertegun tak percaya mendengarnya
>ah, mana mungkin hamba bisa melakukannya
>paduka hanyalah anak bajang sedangkan tubuh hamba  sebesar bukit
>
>kelingking pun tak akan mungkin muat.
>
>wahai werkudara si dungu anakku,
>sebesar apa dirimu dibanding alam semesta?
>seisi alam ini pun bisa masuk ke dalam diriku,
>jangankan lagi dirimu yang hanya sejentik noktah di alam.
>
>mendengar ucapan sang dewaruci sang bima merasa kecil seketika,
>dan segera melompat masuk ke telinga kiri sang dewaruci
>yang telah terangsur ke arahnya
>
>heh, werkudara, katakanlah sejelas-jelasnya
>segala yang kau saksikan di sana
>
>hanya tampak samudera luas tak bertepi, ucap sang sena
>alam awang-uwung tak berbatas hamba semakin bingung
>tak tahu mana utara selatan atas bawah depan belakang
>
>janganlah mudah cemas, ujar sang dewaruci
>yakinilah bahwa di setiap kebimbangan
>senantiasa akan ada pertolongan dewata
>
>dalam seketika sang bima menemukan kiblat dan melihat surya
>setelah hati kembali tenang tampaklah sang dewaruci di jagad walikan.
>
>heh, sena! ceritakanlah dengan cermat segala yang kau saksikan!
>
>awalnya terlihat cahaya terang memancar, kata sang sena
>kemudian disusul cahaya hitam, merah, kuning, putih.
>apakah gerangan semua itu?
>
>ketahuilah werkudara, cahaya terang itu adalah pancamaya,
>penerang hati, yang disebut mukasipat (mukasyafah),
>penunjuk ke kesejatian, pembawa diri ke segala sifat lebih.
>cahaya empat warna, itulah warna hati
>hitam merah kuning adalah penghalang cipta yang kekal,
>hitam melambangkan nafsu amarah, merah nafsu angkara, kuning nafsu
>memiliki.
>hanya si putih-lah yang bisa membawamu
>ke budi jatmika dan sanggup menerima sasmita alam,
>
>namun selalu terhalangi oleh ketiga warna yang lain
>hanya sendiri tanpa teman melawan tiga musuh abadi.
>hanya bisa menang dengan bantuan sang suksma.
>adalah nugraha bila si putih bisa kau menangkan
>di saat itulah dirimu mampu menembus segala batas alam tanpa belajar.
>
>duhai pukulun, sedikit tercerahkan hati hamba oleh wejanganmu
>setelah lenyap empat cahaya, muncullah nyala delapan warna,
>ada yang bagai ratna bercahaya, ada yang maya-maya, ada yang menyala
>berkobar.
>
>itulah kesejatian yang tunggal, anakku terkasih
>semuanya telah senantiasa ada dalam diri setiap mahluk ciptaan.
>sering disebut jagad agung jagad cilik
>
>dari sanalah asal kiblat dan empat warna hitam merah kuning putih
>seusai kehidupan di alam ini semuanya akan berkumpul menjadi satu,
>tanpa terbedakan lelaki perempuan tua muda besar kecil kaya miskin,
>akan tampak bagai lebah muda kuning gading
>amatilah lebih cermat, wahai werkudara anakku
>
>semakin cerah rasa hati hamba.
>kini tampak putaran berwarna gading, bercahaya memancar.
>warna sejatikah yang hamba saksikan itu?
>
>bukan, anakku yang dungu, bukan,
>berusahalah segera mampu membedakannya
>zat sejati yang kamu cari itu tak tak berbentuk tak terlihat,
>tak bertempat-pasti namun bisa dirasa keberadaannya di sepenuh jagad ini.
>
>sedang putaran berwarna gading itu adalah pramana
>yang juga tinggal di dalam raga namun bagaikan tumbuhan simbar di
pepohonan
>ia tidak ikut merasakan  lapar kenyang haus lelah ngantuk dan sebagainya.
>dialah yang menikmati hidup sejati dihidupi oleh sukma sejati,
>ialah yang merawat raga
>tanpanya raga akan terpuruk menunjukkan kematian.
>
>pukulun, jelaslah sudah  tentang pramana dalam kehidupan hamba
>lalu bagaimana wujudnya zat sejati itu?
>
>itu tidaklah mudah dijelaskan, ujar sang dewa ruci, gampang-gampang susah
>sebelum hal itu dijelaskan, kejar sang bima, hamba tak ingin keluar dari
>tempat ini
>serba nikmat aman sejahtera dan bermanfaat terasa segalanya.
>
>itu tak boleh terjadi, bila belum tiba saatnya, hai werkudara
>mengenai zat sejati, engkau akan menemukannya  sendiri
>setelah memahami tentang penyebab gagalnya segala laku serta bisa bertahan
>dari segala goda,
>di saat itulah sang suksma akan menghampirimu,
>dan batinmu akan berada di dalam sang suksma sejati
>
>janganlah perlakukan pengetahuan ini seperti asap dengan api,
>bagai air dengan ombak, atau minyak dengan susu
>perbuatlah,  jangan hanya mempercakapkannya belaka
>jalankanlah sepenuh hati setelah memahami segala makna wicara kita ini
>jangan pernah punya sesembahan lain selain sang maha luhur
>pakailah senantiasa keempat pengetahuan ini
>pengetahuan kelima adalah pengetahuan antara,
>yaitu mati di dalam hidup, hidup di dalam mati
>hidup yang kekal, semuanya sudah berlalu
>tak perlu lagi segala aji kawijayan, semuanya sudah termuat di sini.
>
>maka habislah wejangan sang dewaruci,
>sang guru  merangkul sang bima dan membisikkan segala rahasia rasa
>terang bercahaya seketika wajah sang sena menerima wahyu kebahagiaan
>bagaikan kuntum bunga yang telah mekar.
>menyebarkan keharuman dan keindahan memenuhi alam semesta
>
>dan blassss . . . !
>sudah keluarlah sang bima dari raga dewaruci sang marbudyengrat
>kembali ke  alam nyata di tepian samodera luas sunyi tanpa sang dewaruci
>
>sang bima melompat ke daratan dan melangkah kembali
>siap menyongsong dan menyusuri rimba belantara kehidupan
>
>tancep kayon
>
>salam,

Categories:

0 Response for the "Tasawuf Dewa ruci"

Posting Komentar